Online – Senin (24/07/2023) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memelopori terselenggaranya acara “Refleksi 39 Tahun Ratifikasi CEDAW di Indonesia”. Dalam acara ini, HMI menekankan pada pembahasan mengenai merefleksikan sejarah konvensi penghapusan diskriminasi terhadap perempuan secara internasional 39 tahun silam.

HMI menghadirkan para tokoh yang memiliki peran penting terkhusus untuk perempuan di Indonesia, seperti Fitriyani Riduan selaku Sestama PENSOSBUD 1 KBRI Ankara, Prof. Alimatul Qibtiyah selaku Komisioner Komnas Perempuan, Umiroh Fauziah selaku Ketua Umum KOHATI PB, dan I Gusti Ayu Bintang Darmawati selaku Menteri PPPA Republik Indonesia, namun karena berhalang untuk hadir, Ratna selaku Deputi PHP dari Keman PPPA hadir untuk mewakilkan.

Acara ini dihadiri oleh anggota HMI dari berbagai daerah di Indonesia dan juga perwakilan PPI Turki yang didelegasikan untuk hadir. Mereka hadir dengan kegelisahan yang sama dan kegelisahaan itu disambut hangat oleh Ketua Bidang PP HMI Turki, Riyani Lingga ketika membuka acara “Perempuan dibelahan bumi manapun berhak untuk berpijak di kakinya sendiri dalam rasa aman” tegasnya.

Deputi PHP dari Kemen PPA menyampaikan bahwa ada 3 kondisi kerentanan perempuan, diantaranya adalah kesetaraan akses dalam pembangunan antara perempuan dan laki-laki yang masih diperjuangkan, perempuan rentan mengalami diskriminasi dalam berbagai bidang dan sektor pembangunan, dan stereotipe yang diskonstruksi terhadap perempuan sehingga berdampak pada marjinalisasi (peminggiran) dan kekerasan terhadap perempuan.

Indonesia meratifikasi CEDAW pada tahun 1984 artinya sampai dengan sekarang, Indonesia telah memperikan 8 laporan terkait implementasi konvensi CEDAW di Indonesia. Berbagai upaya dilahirkan agar apa yang menjadi prinsip CEDAW: Kesetaraan Substantif, Non diskriminasi dan Kewajiban Negara dapat terealisasikan dengan baik di Indonesia.

Satu diantara upaya yang dilakukan adalah lahirnya UU TPKS. “Sejak UU TPKS diimplementasikan, kesadaran masyarakat terhadap kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak semakin meningkat” ungkap Prof. Alimatul Qibtiyah saat sesi pertama pemaparan materi.

Menurut Fitriyani Riduan, Indonesia lebih terdepan dibanding Turki dalam permasalahan perempuan “Indonesia masih lebih maju dari Turki, buktinya permasalahan perempuan masih diatur oleh satu kementerian yaitu kementerian keluarga, sedangkan di Indonesia sudah memiliki kemeneteriannya sendiri” ungkapnya. Bersamaan dengan itu, Fitriyani juga mengungkap bahwa ada kasus perempuan yang juga menimpa WNI di Turki, seperti KDRT yang dialami oleh WNI yang menikah dengan orang Turki, mahasiswi yang mengalami pelecehan seksual, ataupun pekerja imigran melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya.

Sesi terakhir diisi oleh Umiroh Fauziah yang membahas kontribusi HMI dalam isu ini, dua diantaranya adalah mengadakan webinar berjudul Indonesia Darurat Kekerasan Seksual dan diskusi publik dengan tema Kajian Isu Terkini dan Strategis Urgensi RUU PPRT.

Acara memperingati 39 Tahun Ratifikasi CEDAW ini sebagai satu aksi nyata bahwa HMI bersama mahasiswa diseluruh Indonesia dan juga Turki, turut aktif mengawal isu dan berdampingan mengimplementasikan regulasi sehingga diharapkan 39 tahun ratifikasi CEDAW membawa cahaya yang menghapuskan intimidasi, kekerasan, pelecahan, dan diskriminasi terhadap perempuan, serta bisa membawa angin sejuk untuk perempuan di seluruh dunia agar bisa bergerak dalam ruang aman. (Esa/red)


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *