Masjid, rumah ibadah umat Islam ini tak bisa dilepaskan dari kehidupan kaum muslimin. Sejak zaman nabi Muhammad SAW, keberadaannya telah menjadi bagian penting dari kehidupan. Maka tak salah jika menyebut masjid merupakan saksi sejarah dari peradaban hingga saat ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan kewajiban shalat fardhu kepada hamba-hamba-Nya yang Muslim. Allah bahkan menjadikan shalat sebagai rukun Islam yang kedua.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ الله ﷺ: بُنِيَ الإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Dari Abdullah bin Umar -semoga Allah meridhainya- ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,” Islam dibangun di atas 5 (perkara): syahadat Laa Ilaha Illallah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji, dan puasa Ramadhan.” [Hadits riwayat Imam Al Bukhari, no.8]

Islam telah mengkhususkan satu tempat tertentu untuk melaksanakan shalat yang disebut dengan masjid. Masjid merupakan salah satu pilar utama masyarakat Muslim. Ia merupakan tempat untuk menyatukan barisan kaum Muslimin.

Pengertian Masjid

Mesjid Hagia Sophia dan Mesjid Sultan Ahmet, Istanbul, Turki (Pic:Rangga)

Kata masjid ( مَسْجِدٌ )merupakan pecahan kata dari kata kerja dalam Bahasa Arab سَجَدَ (telah bersujud). Kata مَسْجِدٌ dengan huruf jim dikasrohkan itu berarti tempat khusus yang disiapkan untuk melaksanakan sholat lima waktu.

Namun bila yang di huruf jim-nya difathahkan مَسْجَد maka itu berarti tempat sujudnya dahi.
Jadi masjid secara bahasa adalah tempat untuk bersujud. Kemudian makna tersebut meluas menjadi sebuah bangunan yang dijadikan tempat berkumpulnya kaum Muslimin untuk melaksanakan shalat di dalamnya.

Penggunaan kata masjid yang diambil dari kata kerja sajada yang berarti bersujud, ternyata ada rahasianya. Yaitu, sujud merupakan aktifitas shalat yang menjadikan seorang hamba berada pada posisi paling dekat dengan Rabbnya. Ini sebagaimana dinyatakan oleh Imam Muhammad bin Abdullah Az Zarkasyi rahimahullah (745 H – 794 H):

”Karena sujud adalah perbuatan yang paling mulia dalam shalat, karena kedekatan seorang hamba dengan Rabbnya (Allah Subhanahu wa Ta’ala) (yaitu, saat bersujud), maka nama tempat shalat diturunkan dari kata ini, sehingga orang menyebutnya: ’Masjid’ مَسْجِدٌ, dan mereka tidak menyebutnya: Marka’ مركع (tempat rukuk).
Kemudian sesungguhnya ‘urf (tradisi di kalangan masyarakat Muslim) mengkhususkan masjid ini dengan pengertian sebuah tempat yang disiapkan untuk sholat lima waktu. Maka tanah lapang tempat berkumpul untuk shalat Id atau semacamnya, tidak dihukumi sebagai masjid.”

Sedangkan pengertian masjid dalam istilah syar’I adalah tempat yang disiapkan untuk shalat di dalamnya secara terus menerus. Pada asalnya, masjid secara syar’i adalah setiap tempat di bumi ini yang digunakan untuk bersujud kepada Allah. Ini berdasarkan hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu:
وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُوْرًا ، فَأَيُّمَا رَجُلٍ أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَة ُفَلْيُصَلِّ
”…dijadikan bumi bagiku sebagai tempat shalat dan sarana bersuci, maka siapa saja dari umatku yang mendapati waktu shalat, maka hendaklah ia shalat,..” (HR. Al Bukhari, no. 438 dan Muslim, no. 521, 523).

Hal ini merupakan kekhususan Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam serta umatnya. Para nabi sebelum beliau hanya diperbolehkan shalat di tempat-tempat khusus seperti gereja-gereja atau biara-biara. [Al Mufhim Lima Asykala Min Talkhish Kitab Muslim; karya Al Qurthubi juz 2/117].

Dalam hadits dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallah ‘alaihi wa sallam jelas disebutkan bahwa beliau bersabda:
“… di mana pun kamu berada ketika waktu shalat telah tiba maka shalatlah. Karena tempat tersebut adalah masjid..” [Muttafaq ‘alaihi: Al Bukhari, Kitab Tayammum, Bab Haddatsana Abdullah ibni Yusuf nomor 335 dan Muslim, Kitab Al Masajid, Bab Al Masajid wa Mawadhi’ush Shalat, nomor 521.]

Imam An Nawawi rahimahullah berkata,” Di dalam hadits tersebut ada pembolehan shalat di seluruh tempat kecuali yang dilarang oleh Syara’ untuk shalat di dalamnya: di pemakaman dan tempat-tempat lainnya yang ada najis seperti tempat pembuangan kotoran di kandang, tempat penyembelihan hewan.

Demikian pula tempat yang dilarang untuk shalat karena alasan tertentu, misalnya tempat unta menderum, di tengah jalan, di kamar mandi, dan tempat selain itu. Alasannya adalah karena ada hadits yang melarangnya. [Syarah An nawawi ‘ala shahih Muslim; 5/5.]

Sejarah Masjid

Masjid yang pertama dibangun dalam sejarah Islam adalah Masjid Quba, yang didirikan oleh Nabi Muhammad pada 28 September 622 di kawasan pinggiran Yatsrib, Madinah. Masjid Quba bentuknya masih sangat sederhana, di mana tiangnya terbuat dari batang pohon kurma dan atapnya pun dari pelepah daun kurma.

Setelah Masjid Quba, yang didirikan ketika Rasulullah dalam perjalanan hijrah dari Mekkah ke Madinah, di tahun yang sama, dibangun masjid kedua, yaitu Masjid Nabawi. Masjid yang awalnya juga berpenampilan sederhana ini diperluas serta dipermegah pada 706, dan kini menjadi masjid terbesar kedua di dunia.

Masjid pada masa kekhalifahan Wafatnya Nabi Muhammad pada 632, menandai dimulainya era kekhalifahan Islam. Pada periode ini, pembangunan dan penyempurnaan masjid terus dilakukan. Termasuk pembangunan Masjidilharam, yang telah ada sejak Nabi Ibrahim. Pola arsitektur masjid pada zaman ini masih sederhana, umumnya berupa tanah lapang yang diberi dinding dengan pola persegi panjang. Penambahan kubah baru terjadi pada masa Kekhalifahan Bani Umayyah (661-750). Sedangkan perkembangan arsitektur masjid secara pesat terjadi pada masa Kekhalifahan Abbasiyah (750-1258). Dinasti ini sengaja mendatangkan arsitek dan ahli bangunan dari Mesir, Romawi Timur, dan India untuk membangun atau memperbaiki masjid dan istana.

Kemudian pada masa Daulah Umayyah di Kordoba, Spanyol (756-1031), masjid dibangun dengan kubah berjumlah empat. Selain itu, ditambahkan sebuah menara yang menjulang di halaman masjid. Seiring dengan meluasnya kekuasaan kekhalifahan Islam, masjid juga berkembang dan menyebar ke luar Semenanjung Arab. Bermula dari Kairo di Mesir, bangunan masjid kemudian dapat ditemukan di China (pada abad ke-8), India, dan beberapa kota di Eropa.

Keutamaan Masjid

  1. Masjid merupakan rumah-rumah Allah di bumi-Nya ini. Ia menjadikan masjid-masjid itu hanya khusus diperuntukkan bagi-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
    وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
    “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” [Al Jinn: 18]
  2. Masjid merupakan tempat yang paling dicintai oleh Allah, Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang mukmin yang shaleh:
    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُولَ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ :أَحَبُّ الْبِلاَدِ إِلَى اللهِ مَسَاجِدهَا ، وَأَبْغَضُ الْبِلاَدِ إِلَى اللهِ أَسْوَاقهَا. أخرجه مسلم (1473) وابن خزيمة 1293 وابن حبان1600 .
    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    “Tempat yang paling dicintai oleh Allah dalam suatu negeri adalah masjid-masjidnya dan tempat yang paling Allah benci adalah pasar-pasarnya.” [Diriwayatkan oleh Muslim (1473), Ibnu Khuzaimah (1293) dan Ibnu Hibban (1600).]

Bahkan masjid merupakan rumahnya setiap mukmin yang bertakwa. Ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu. Dia berkata:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ :”الْمَسْجِد بَيتُ كُلّ تَقِيّ”. أخرجه أبو نعيم في ” الحلية ” ( 6 / 176 )الألباني في “السلسلة الصحيحة” 2 / 341 .
“ Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,’Masjid adalah rumah setiap orang bertakwa.” [dikeluarkan oleh Abu Nu’aim di dalam al Hilyah (6/176), Al Albany di dalam As Silsilah Ash Shahihah, (2/341).

  1. Indikator kebaikan iman
    Begitu besarnya keutamaan masjid, sehingga pulang-perginya seorang Muslim untuk menunaikan shalat wajib lima waktu di masjid, berdzikir, membaca Al-Qur’an dan melakukan berbagai amal kebaikan lain di dalamnya menjadi indikator kebaikan imanya. Masjid bukanlah hanya tempat untuk shalat. Masjid juga menjadi tempat berkumpulnya Rasul dan para sahabat untuk mendiskusikan semua permasalahan umat, mengatur strategi perang, menjadi baitul mal, dan sebagainya.
    Masjid adalah sebaik-baiknya tempat di muka bumi ini. Karena masjidlah tempat peribadatan seorang hamba kepada Allah SWT, memurnikan segala niat ibadah hanya untuk Allah semata yang mana dari situlah titik pangkal Tauhid tersebar.
    Ibnu Abbas mengatakan, “Masjid adalah rumah Allah di muka bumi yang akan menyinari penduduk langit sebagaimana bintang-bintang di langit yang menyinari penduduk bumi.”
    Sebagai umat yang besar di muka bumi ini, marilah kita bergandengan tangan bersama untuk menghidupkan rumah-rumah Allah di bumi, karena dari masjid kita membangun umat dan peradaban dunia. Dari masjid kita bangkit, Insyaallah. (Mujtaba)

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *