ISTANBUL – Momen pertemuan para ketua organinasi pelajar lintas negara di Turki menjadi ajang berdiskusi seputar organisasi pelajar di tanah rantau. Lebih jauh lagi, Departemen Jaringan dan Kerjasama PPI Turki, inisiator diskusi mancanegara ini menuturkan bahwa bicara soal organisasi pelajar tidak melulu soal organisasi kepengurusan, melainkan lebih jauh dari itu. “Melaui grand design nya, PPI Turki memiliki landasan ideologis dalam gerakan. Berangkat dari pemikiran Islam yang dirumuskan oleh presidium PPI, kami pun memantik para tamu untuk memantik kegelisahan akademik yang dihadapi bersama,” ungkap Muhammad Farrel, Kepala Depatmenen Jaringan dan Kerjasama sekaligus bertindak sebagai moderator.

Ketika diwawancarai oleh tim jurnalis PPI Turki, para tamu undangan berkenan untuk melingkar dalam panel diskusi lanjut dari sesi utama di panggung. Sebelum melempar diskusi, Muhammad Fawwaz Syafiq, ketua PPI Turki membuka perbincangan. “Roda organisasi PPI Turki berangkat dari kegelisahan akademik yang sudah kita rancang sehingga tidak sebatas program praktis saja, melalui program yang visioner jauh ke depan,” tegasnya.

Dalam narasi grand design yang telah disusun, presidium PPI Turki mengangkat isu peran strategis Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan dunia Islam dan dunia berkembang dan terinspirasi dari artikel berjudul The Muslim World Must Wake Up from Its Slumber oleh Ibrahim kalin, pemikir Turki. “Kita pelajar yang di Turki memiliki mindset untuk merespon peran Indonesia di kancah global sebagai negara penduduk Muslim terbesar di dunia,” ungkap Syafiq.

Senada dengan hal itu, Presiden organisasi pelajar Filiphina, Junwarif, memaparkan bahwa tugas pelajar Filiphina di Turki tidak cukup untuk mengembangkan akademik keilmuan di kampus semata, melainkan memikirkan masa depan negara-negara ASEAN secara luas. “Negara Muslim di kita (ASEAN) penuh dengan kedamaian dan kerukunan di tengah keragaman, tidak sama seperti ti Timur Tengah yang rentan konflik,” ucapnya.

Menyambung hal itu, presiden organisasi Malaysia, Akmal Syafiq, mengutarakan pentingnya soft diplomasi dalam membangun kekuatan politik dalam skala global. Menanggapi kondisi Barat yang bercampur tangan di Timur Tengah, lanjutnya, daripada kita menyalahkan mereka, lebih baik kita yang berpikir ke depan bagaimana menciptakan kedamaian. “We could not fight by military, but brain, kita tidak bisa bertindak dengan tenaga militer, melainkan dengan pemikiran,” pungkasnya.

Untuk merefleksikan eratnya relasi antar pelajar di Asia Tenggara ini, Muhammad Syafid menarik benang sejarah para pahlawan nasional, khususnya ulama, yang berdiapora ke Timur Tengah dan membentuk jaringan level dunia atas nama ukhuwah Islamiyah. “Demikian pula relasi kita saat ini, iman Islam mengeratkan kita jauh lebih kuat dibanding hubungan yang lainnya. Juga banyak ulama kita yang belajar ke Timur Tengah,” potong Junwarif, president organisasi Filiphina.

Dalam kaitannya dengan negeri rantau, Turki, Syafiq Fawwaz mengajak refleksi terhadap Turki dengan visinya yang mengglobal. “Dunia itu jauh lebih besar dibanding hanya negara-negara adidaya. Banyak inisiasi Turki untuk menjadi kekuatan global,” tegasnya. (Fadlan/red)


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *